Subhishine Area

Sesal Itu Tiada Artinya

Jum`at, 1 April 2011 11:23:34 - oleh : admin


Semuanya itu disadari Andi pada saat dia termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumahnya. Dengan susah payah ia mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk. Semuanya sia-sia belaka.

 

Yang ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya Intan di suatu sore sekitar 3 minggu yang lalu. Malam itu, 3 minggu yang lalu Andi membawa pekerjaannya pulang. Ada rapat umum yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham.

 

Pada saat Andi memeriksa pekerjaannya, Intan putrinya yang baru berusia 4 tahun datang menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul hijau dengan gambar peri. Dia berkata dengan suara manjanya, "Papa lihat!" Andi menengok kearahnya dan berkata, "Wah, buku baru ya?" "Ya Papa!" katanya berseri-seri, "Bacain dong!" "Wah, Ayah sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh", kata Andi dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di depan hidungnya.

 

Intan hanya berdiri terpaku disamping Andi sambil memperhatikan. Lalu dengan suaranya yang lembut dan sedikit dibuat-buat mulai merayu kembali "Tapi mama bilang Papa akan membacakannya untuk Intan". Dengan perasaan agak kesal Andi menjawab: "Intan dengar, Papa sangat sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya". "Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa" katanya sendu. "Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu." "Lain kali Intan, sana! Papa sedang banyak kerjaan."

 

Andi berusaha untuk tidak memperhatikan Intan lagi. Waktu berlalu, Intan masih berdiri kaku disebelah Ayahnya sambil memegang erat bukunya. Lama sekali Andi mengacuhkan anaknya. Tiba-tiba Intan mulai lagi "Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka". "Intan, sekali lagi Ayah bilang: Lain kali!" dengan agak keras Andi membentak anaknya.

 

Hampir menangis Intan mulai menjauh, "Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali". Tapi Intan kemudian mendekati Ayahnya sambil menyentuh lembut tangannya, menaruh bukunya dipangkuan sang Ayah sambil berkata "Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Intan, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Intan juga bisa ikut dengar".

 

Andi hanya diam. Kejadian 3 minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran Andi. Andi teringat akan Intan yang dengan penuh pengertian mengalah. Intan yang baru berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil diatas tangannya yang kasar mengatakan: "Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Intan bisa ikut dengar". Dan karena itulah Andi mulai membuka buku cerita yang diambilnya, dari tumpukan mainan Intan di pojok ruangan.

 

Bukunya sudah tidak terlalu baru, sampulnya sudah mulai usang dan koyak. Andi mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai membacanya. Andi sudah melupakan pekerjaannya yang dulunya amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah. Andi terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin, cukup keras bagi Intan untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir. Mungkin...

 

JANGAN JADIKAN DIRI KAMU SEPERTI ANDI, SAAT SEMUANYA TERJADI,PENYESALAN SUDAH SANGAT TERLAMBAT......

 

LAKUKAN SESUATU SEBELUM KAMU TERLAMBAT UNTUK MENYADARINYA,

 

BERIKANLAH KEBAHAGIAAN BAGI MEREKA YANG KAMU CINTAI.

 

APAKAH KAMU BENAR-BENAR MENCINTAI MEREKA?...

 

versi cetak

Artikel "Kisah Teladan" Lainnya